Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Menanti Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Wacanaguru


Menyongsong diberlakukanya Kurikulum 2019 secara nasional, Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru terutama berkaitan dengan beban kerja guru tentunya sangat ditunggu untuk ditetapkan. Hal ini penting mengingat dengan diberlakunya kurikulum 2019 guru dituntut bukan untuk memperlihatkan materi pembelajaran tetapi harus bisa memfasilitasi peserta didik untuk mencar ilmu serta mengevaluasinya perkembangan hasil mencar ilmu peserta didik secara menyeluruh  baik dari segi sikap, pengetahuan dan perilaku. Dengan beban kerja 24 jam tatap muka serta aktivitas guru lainnya yang tidak dihargai sebagai jam tatap muka diprediksi aktivitas guru dalam melakukan pembimbingan, evaluasi, wali kelas, ekstrakulikuler dan aktivitas lainnya kurang berjalan optimal alasannya yaitu yakni tenaga guru tersita pada aktivitas tata muka saja.


Sebagaimana diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berencana mengadakan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Dalam draf perubahan atau revisi yang disusun pada tahun 2019 sampai 2019 yang kemudian perubahan ke arah tersebut sudah nampak. Hal ini terlihat dalam draf pasal Pasal 54 dan pasal 54A.
Dalam pasal 54 draf Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru  dinyatakan:
1.    Beban kerja kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 3  (tiga) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
2.    Beban kerja wakil kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan yakni paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
3.    Beban kerja ketua aktivitas keahlian satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
4.    Beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
5.    Beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
6.    Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
7.    Beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
8.    Beban kerja pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran, dan penilik satuan pendidikan anak usia dini formal dalam melakukan kiprah pembimbingan dan training profesional Guru dan pengawasan atau penilikan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
9.    Ketentuan lebih lanjut perihal beban kerja kepala satuan pendidikan yang ekuivalen dengan 6 (enam) jam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengawas atau penilik yang ekuivalen dengan 24 (dua puluh empat) jam tatap muka sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan oleh Menteri.

Sedangkan dalam pasal 54A  ayat 1 dan 3, dinyatakan
1.    Beban kerja guru dalam melakukan aktivitas lain ibarat wali kelas, pembina aktivitas ekstra kurikuler, penilai kinerja guru, guru pembimbing, koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan, melakukan pembelajaran pada pendidikan non-formal, pembelajaran secara tim, atau kiprah lain yang relevan dengan fungsi guru dihargai paling sedikit 6 (enam) jam paling banyak 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
3.    Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru dalam melakukan aktivitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

Draf Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru ini memang menimbulkan pro dan kontra di kalangan guru, terutama perihal Pasal 44 ayat 3 yang berkaitan dengan Organisasi profesi. Dalam pasala 44 ayat (3) dinyatakan  Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       Keanggotaannya terdata dan tersebar diseluruh provinsi dan kabupaten/kota minimal 25% dari jumlah guru di wilayah yang bersangkutan;
b.      Kepengurusannya berada di Pusat dan disemua provinsi serta minimal 75% di kabupaten/kota.;
c.       Memiliki isyarat etik yang mengikat sikap guru dalam kiprah keprofesionalan;
d.      Memiliki dewan pusat kehormatan guru sampai ditingkat kabupaten/kota.

Kita berharap Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru ini segera ditetapkan tentunya dengan mengakomodir tuntutan dari sebagian organisasi guru untuk menghapus atau merevisi Pasal 44 ayat 3 sehingga akan dimungkinkan adanya organisasi guru lain selain PGRI. Hal ini penting dilakukan mengingat eksistensi PGRI dalam peningkatan profesi guru pada sebagian guru dirasakan masih kurang.
Berikut ini saya tuliskan secara lengkap draf Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru.

DRAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang     : a.    bahwa dalam rangka mengakomodasikan aneka macam perkembangan terkait dengan perencanaan, pengangkatan, penempatan, pemindahan, pembinaan, dan pengembangan guru perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 perihal Guru;
                          b.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah perihal Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 perihal Guru;
Mengingat       : 1.    Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
                          2.    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 perihal Guru  dan Dosen (Lembaran Negara   Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan    :        PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang  Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941), diubah sebagai berikut:

1.             Ketentuan Pasal 1 angka 8 diubah sehingga Pasal 1berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
1.        Guru yakni pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
2.        Kualifikasi Akademik yakni ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh Guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
3.        Sertifikasi yakni proses santunan sertifikat pendidik untuk Guru.
4.        Sertifikat Pendidik yakni bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada Guru sebagai tenaga profesional.
5.        Gaji yakni hak yang diterima oleh Guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara terpola sesuai dengan peraturan perundang-undangan
6.        Organisasi Profesi Guru yakni perkumpulan yang berbadan aturan yang didirikan dan diurus oleh Guru untuk mengembangkan profesionalitas Guru.
7.        Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama yakni perjanjian tertulis antara Guru dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8.        Guru Tetap yakni Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, atau penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun secara terus menerus, dan tercatat pada satuan administrasi pangkal di satuan pendidikan yang mempunyai izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah serta melakukan kiprah utama sebagai Guru.
9.        Guru Dalam Jabatan yakni Guru pegawai negeri sipil dan Guru bukan pegawai negeri sipil yang sudah mengajar pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun penyelenggara pendidikan yang sudah mempunyai Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
10.    Pemutusan Hubungan Kerja atau Pemberhentian Kerja yakni pengakhiran Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama Guru alasannya yaitu yakni suatu hal yang menimbulkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Guru dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
11.    Taman Kanak-kanak yang selanjutnya disingkat TK yakni salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan aktivitas pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun
12.    Raudhatul Athfal yang selanjutnya disingkat RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA yakni salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan aktivitas pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun
13.    Pendidikan Dasar yakni jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah yang diselenggarakan pada satuan pendidikan yang berbentuk SD dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk SMP dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
14.    Sekolah Dasar yang selanjutnya disingkat SD yakni salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar.
15.    Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disingkat MI yakni salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Dasar.
16.    Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disingkat SMP yakni salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil mencar ilmu yang diakui sama atau setara SD atau MI
17.    Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disingkat MTs yakni salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil mencar ilmu yang diakui sama atau setara SD atau MI.
18.    Pendidikan Menengah yakni jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan Pendidikan Dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.
19.    Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disingkat SMA yakni salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil mencar ilmu yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
20.    Madrasah Aliyah yang selanjutnya disingkat MA yakni salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil mencar ilmu yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
21.    Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK yakni salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil mencar ilmu yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
22.    Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK yakni salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil mencar ilmu yang diakui sama atau setara SMP atau MTs
23.    Sarjana yang selanjutnya disingkat S-1.
24.    Diploma Empat yang selanjutnya disingkat D-IV.
25.    Pemerintah yakni Pemerintah Pusat.
26.    Pemerintah Daerah yakni pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
27.    Masyarakat yakni kelompok warga negara Indonesia non Pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
28.    Daerah Khusus yakni daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami insiden alam, insiden sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain. 
29.    Departemen yakni departemen yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
30.    Menteri yakni menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.

2.             Ketentuan Pasal 4 ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3) sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1)      Sertifikat Pendidik bagi Guru diperoleh melalui aktivitas pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang mempunyai aktivitas pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun Masyarakat, dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)      Program pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diikuti oleh peserta didik yang telah mempunyai Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)      Penyelenggaraan pendidikan profesi guru oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan:
a.    proyeksi kebutuhan guru;
b.    proses pengembangan kemampuan guru profesional; dan
c.     tindak lanjut pembinaan dan pengembangan profesi guru.

3.             Ketentuan Pasal 9 diubah, ketentuan ayat (2) diubah, ketentuan ayat (3) dihapus dan substansinya diintegrasikan ke dalam ayat (2), ketentuan ayat (4) dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1)         Jumlah peserta didik aktivitas pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.
(2)         Program pendidikan profesi diakhiri dengan ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.
(3)         Dihapus.
(4)         Ujian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara komprehensif yang meliputi penguasaan:
a.   wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan penilaian hasil belajar;
b.   materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau aktivitas yang diampunya; dan
c. konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau aktivitas yang diampunya.
(5)         Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara holistis dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional pada satuan pendidikan yang relevan.

4.             Ketentuan Pasal 10 diubah,ketentuan ayat (5) dan ketentuan ayat (6) diubah sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1)         Sertifikat Pendidik bagi calon Guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Guru.
(2)         Calon Guru yang tidak mempunyai Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi mempunyai keahlian khusus yang diakui dan dibutuhkan sanggup diangkat menjadi pendidik sehabis lulus uji kelayakan.
(3)         Calon Guru yang tidak mempunyai Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi dibutuhkan oleh Daerah Khusus yang membutuhkan Guru sanggup diangkat menjadi pendidik sehabis lulus uji kelayakan.
(4)         Sertifikat Pendidik sah berlaku untuk melakukan kiprah sebagai Guru sehabis mendapatkan nomor registrasi Guru dari Departemen.
(5)         Calon Guru sanggup memperoleh dan menggunakan lebih dari satu Sertifikat Pendidik, tetapi hanya dengan satu nomor registrasi Guru dari Departemen.
(6)         Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), lebih satu Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
5.             Ketentuan Pasal 11 ditambah2 (dua) ayat yakni ayat (2) dan ayat (3) sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 11
(1)     Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diperoleh Guru berlaku selama yang bersangkutan melakukan kiprah sebagai Guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)     Pemerintah melakukan pendataan ulang dan validasi  guru yang telah memperoleh Sertifikat Pendidik secara terpola dalam rangka menjaga efektivitas pemberlakuan Sertifikat Pendidik dan perencanaan kebutuhan guru.
(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pendataan ulang dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

6.             Ketentuan Pasal 12 diubah, antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c),ketentuan ayat (2) diubah, ketentuan ayat (3) dihapus, ketentuan ayat (4)dihapus, ketentuan ayat (5) dihapus, antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 5 (lima) ayat, yakni ayat (5a), ayat (5b), ayat (5c), ayat (5d), dan ayat (5e), dan ketentuan ayat (6) diubah penjelasan ayat (1c) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12
(1)          Guru Dalam Jabatan yang telah mempunyai Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV sanggup langsung mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik.
(1a)   Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a.        pendidikan dan training profesi guru; atau
b.        pendidikan profesi.
(1b)   Pendidikan dan training profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) huruf a merupakan pendidikan dan training yang diselenggarakan oleh forum pendidikan pendidik dan tenaga kependidikan terakreditasi.
(1c) Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) huruf b merupakan pendidikan profesional guru yang diselenggarakan oleh forum pendidikan pendidik dan tenaga kependidikan terakreditasi.
Penjelasan 1c:
Pendidikan profesi termasuk aktivitas pendidikan guru yang diselenggarakan di luar negeri yang dinilai setara oleh Pemerintah Republik Indonesia
(2)          Jumlah peserta sertifikasi pendidik ditetapkan oleh Menteri.
(3)          Dihapus.
(4)          Dihapus.
(5)          Dihapus
(5a)   Guru Dalam Jabatan yang telah memperoleh sertifikat pendidik tidak linier dengan kualifikasi akademiknya wajib:
a.        mengikuti pendidikan dan training sesuai dengan kualifikasi akademiknya untuk mengampu mata pelajaran yang serumpun/mata pelajaran sesuai dengan kualifikasi akademiknya; atau
Penjelasan ayat (5a)
Mata pelajaran serumpun ibarat IPA dan matematika, IPS dan pendidikan kewarganegaraan.
b.       mengikuti pendidikan untuk memperoleh kualifikasi akademik S-1/D-IV atau S2 yang lain sesuai dengan mata pelajaran yang diampu.
Penjelasan ayat (5a):
Mata pelajaran yang diampu oleh guru disebut tidak linier apabila mata pelajaran tersebut tidak termasuk dalam rumpun bidang keilmuan yang dikuasai sesuai dengan kualifikasi akademik yang dimiliki.
(5b)   Guru Dalam Jabatan yang telah memperoleh sertifikat pendidik  mata pelajaran adaptif dan normatif di SMK/MAK atau mata pelajaran tertentu di SMA/MA sanggup mengampu mata pelajaran produktif di SMK/MAK sehabis mengikuti pendidikan dan training guna memperoleh sertifikat pendidik  untuk mata pelajaran produktif di SMK/MAK.
(5c)   Guru Dalam Jabatan yang telah memperoleh sertifikat pendidik  mata pelajaran produktif di SMK/MAK sanggup mengampu mata pelajaran adaptif dan normatif di SMK/MAKatau mata pelajaran yang relevan di SMA/MA. sehabis mengikuti pendidikan dan training guna memperoleh sertifikat pendidik.
(5d)   Guru Dalam Jabatan yang mempunyai sertifikat pendidik sebagai guru kelas di SD/MI, sanggup mengampu mata pelajaran pada SMP/MTs atau SMA/MA/SMK/MAK setelah:
a.      mengikuti pendidikan dan training sesuai dengan kualifikasi akademiknya untuk menjadi guru mata pelajaran;
b.        mengikuti pendidikan untuk memperoleh kualifikasi akademik S-1/D-IV yang lain sesuai dengan mata pelajaran yang diampu melalui aktivitas pengakuan pengalaman kerja dan hasil belajar; atau
c.         mengikuti pendidikan untuk memperoleh kualifikasi akademik S-2 sesuai dengan mata pelajaran yang diampu melalui aktivitas pengakuan pengalaman kerja dan hasil belajar.
(5e)   Guru Dalam Jabatan yang mempunyai sertifikat pendidik sebagai guru mata pelajaran pada SMP/MTs atau SMA/MA/SMK/MAK, sanggup menjadi guru kelas di SD/MI setelah:
a.      mengikuti pendidikan dan training sesuai dengan kualifikasi akademiknya untuk  menjadi guru kelas; atau
b.        mengikuti pendidikan untuk memperoleh kualifikasi akademik S-1/D-IV untuk guru kelas melalui aktivitas pengakuan pengalaman kerja dan hasil belajar.
(6)          Ketentuan lebih lanjut mengenai perolehan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1), ayat (1a), ayat (5a), ayat (5b), ayat (5c), ayat (5d), dan ayat (5e) diatur dalam Peraturan Menteri.

7.             Diantara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 12A yang berbunyi sebagai berikut.
Pasal 12A
Pemberian sertifikat pendidik secara langsung diperuntukkan bagi Guru Dalam Jabatan yang memenuhi kriteria:
a.        kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan paling rendah IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b; atau
b.        golongan paling rendah IV/c, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c.

8.             Ketentuan Pasal 15 diubah, ketentuan ayat (1) ditambah huruf g,  diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan satu ayat yakni ayat (1a) dan ketentuanayat (4) diubah, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1)          Tunjangan profesi diberikan kepada Guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.         memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi Guru oleh Departemen;
b.        memenuhi beban kerja sebagai Guru;
c.         mengajar sebagai Guru mata pelajaran dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat Pendidik yang dimilikinya;
d.        terdaftar pada Departemen sebagai Guru Tetap;
e.         berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
f.         tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas; dan
g.        menjadi anggota organisasi profesi guru.
(1a)   Guru Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup:
a.    Guru yang diangkat Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS);
b.    Guru yang diangkat Pemerintah atau pemerintah daerah atau kepala satuan pendidikan berstatus bukan Pegawai Negeri Sipil (bukan PNS); dan
c.    Guru berstatus bukan Pegawai Negeri Sipil (bukan PNS) yang diangkat oleh kepala satuan pendidikan ataupenyelenggara pendidikan oleh masyarakat, yang bertugas pada satuan pendidikan.

(2)          Seorang Guru hanya berhak mendapatkan satu tunjangan profesi terlepas dari banyaknya Sertifikat Pendidik yang dimilikinya dan banyaknya satuan pendidikan atau kelas yang memanfaatkan jasanya sebagai Guru.
(3)          Guru pemegang sertifikat pendidik yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali huruf c berhak memperoleh tunjangan profesi jikalau mendapatkan kiprah suplemen sebagai:
a.         kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala satuan pendidikan;
b.        wakil kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja wakil kepala satuan pendidikan;
c.         ketua aktivitas keahlian satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja ketua aktivitas keahlian satuan pendidikan;
d.        kepala perpustakaan satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan;
e.         kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan produksi;
f.         guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor; atau
g.        pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan.
(4)          Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan formal atau penilik untuk pendidikan anak usia dini formal, tetap diberi tunjangan profesi guru apabila yang bersangkutan tetap melakukan kiprah sebagai pendidik dan memenuhi  persyaratan sebagai berikut:
a.        berpengalaman sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun;
b.    memenuhi persyaratan akademik sebagai Guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c.    mempunyai Sertifikat Pendidik; dan
d.    melakukan kiprah pembimbingan dan training profesional guru dan kiprah kepengawasan atau kepenilikan.
(5)          Tunjangan profesi diberikan terhitung mulai awal tahun anggaran berikut sehabis yang bersangkutan mendapatkan nomor registrasi Guru dari Departemen.
(6)          Nomor registrasi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat unik dan diperoleh sehabis Guru yang bersangkutan memenuhi Kualifikasi Akademik dan memperoleh Sertifikat Pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7)          Ketentuan lebih lanjut mengenai Guru tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) diatur dalam Peraturan Menteri.

9.             Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
(1)          Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi guru, dan/atau satuan pendidikan wajib memperlihatkan pelindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2)          Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru dalam bentuk:
a.         pelindungan hukum;
b.         pelindungan profesi; dan
c.          pelindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)          Ketentuan lebih lanjut mengenai santunan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

10.         Pasal 44 ditambahkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3) sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
(1)          Guru mempunyai kebebasan untuk berserikat dalamOrganisasi Profesi Guru.
(2)          Kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi ProfesiGuru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilaksanakan dengan tetap mengutamakan pelaksanaan kiprah proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
(3)          Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.      Keanggotaannya terdata dan tersebar diseluruh provinsi dan kabupaten/kota minimal 25% dari jumlah guru di wilayah yang bersangkutan;
b.      Kepengurusannya berada di Pusat dan disemua provinsi serta minimal 75% di kabupaten/kota.;
c.       Memiliki isyarat etik yang mengikat sikap guru dalam kiprah keprofesionalan;
d.      Memiliki dewan pusat kehormatan guru sampai ditingkat kabupaten/kota.


11.         Di antara Pasal 47 dan Pasal 48 disisipkan satu Pasal yakni Pasal 47A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47A
(1)     Program pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dilaksanakan melalui:
a.    Pengakuan pengalaman kerja dan hasil mencar ilmu guru untuk percepatan penyelesaian capaian kualifikasi akademik Sarjana/Diploma IV bagi guru dalam jabatan.
b.    Peningkatan kerjasama forum pendidikan pendidik dan tenaga kependidikan dengan Perguruan Tinggi Non-Kependidikan untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi guru bagi guru-guru yang bertugas pada SMK kelompok mata pelajaran produktif.
(2)     Pengakuan pengalaman kerja dan hasil mencar ilmu guru  dilakukan melalui penilaian kesetaraan pengalaman dengan mata kuliah- mata kuliah yang relevan dan pengakuan beban kredit  pada aktivitas sarjana/diploma IV
(3)     Menteri melakukan kebijakan khusus bagi forum pendidikan pendidik dan tenaga kependidikan pelaksana aktivitas pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik guru untuk mendorong terlaksananya program.
Penjelasan ayat (2)
Kebijakan khusus antara lain penyediaan dana tambahan, santunan suplemen fasilitas, santunan afirmasi dan/atau sanksi.

12.         Ketentuan Pasal 48 diubah, diantara ayat (1)dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (1a), ayat (1b), dan (1c), sehingga Pasal 48berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
(1)          Pengembangan dan peningkatan kompetensi Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian Guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
(1a)    Pembinaan dan pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil uji kompetensi dan penilaian kinerja guru.
(1b)    Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) meliputi penilaian penguasaan kompetensi pedagogik dan profesional.
(1c)   Penilaian kinerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan melalui:
a.  penilaian diri; dan
penjelasan a:
evaluasi diri meliputi penilaian/refleksi personal atas kompetensinya sebagai pendidik profesional.
b.penilaian pelaksanaan kiprah utama.
penjelasan b:
penilaian pelaksanaan kiprah utama meliputi penilaian holistik terhadap seluruh unsur kompetensi guru.
c.Uji kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) huruf b dilakukan setiap 5 (lima) tahun.
(2)          Kegiatan untuk memperoleh angka kredit jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru sekurang-kurangnya melalui:
a.          kegiatan kolektif Guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian Guru;
b.         pendidikan dan pelatihan;
c.          pemagangan;
d.         publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif;
e.          karya inovatif;
f.          presentasi pada forum ilmiah;
g.         publikasi buku teks pelajaran yang lolos penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan;
h.         publikasi buku pengayaan;
i.           publikasi buku pedoman Guru;
j.           publikasi pengalaman lapangan pada pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus; dan/atau
k.         penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai Guru yang diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3)          Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian Guru berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

13.         Ketentuan Pasal 54 diubah, ketentuan ayat (1), ayat (8), dan ayat (9) diubah, sehinggaPasal 54berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54
(1)            Beban kerja kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 3  (tiga) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
(2)            Beban kerja wakil kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
(3)            Beban kerja ketua aktivitas keahlian satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(4)            Beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(5)            Beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(6)            Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
(7)            Beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat suplemen yakni paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(8)            Beban kerja pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran, dan penilik satuan pendidikan anak usia dini formal dalam melakukan kiprah pembimbingan dan training profesional Guru dan pengawasan atau penilikan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(9)            Ketentuan lebih lanjut perihal beban kerja kepala satuan pendidikan yang ekuivalen dengan 6 (enam) jam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengawas atau penilik yang ekuivalen dengan 24 (dua puluh empat) jam tatap muka sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan oleh Menteri.

14.         Diantara Pasal 54 dan Pasal 55 disisipkan satu pasal yaitu Pasal 54A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54A
(1)          Beban kerja guru dalam melakukan aktivitas lain ibarat wali kelas, pembina aktivitas ekstra kurikuler, penilai kinerja guru, guru pembimbing, koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan, melakukan pembelajaran pada pendidikan non-formal, pembelajaran secara tim, atau kiprah lain yang relevan dengan fungsi guru dihargai paling sedikit 6 (enam) jam paling banyak 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(2)          Beban kerja guru SMK/MAK sanggup dilaksanakan dengan sistem blok.
(3)          Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru dalam melakukan aktivitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

15.         Ketentuan Pasal 58 diubah, diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni (1a), diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat yakniayat (2a) dan ayat (2b), ketentuan ayat (3) diubah, dan ditambah satu ayat yakni ayat (4) serta ditambah penjelasan ayat (1a), penjelasan ayat (2a), dan penjelasan ayat (2b) sehingga Pasal 58 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58
(1)          Pengangkatan dan penempatan Guru yang diangkat oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1a)   Pengangkatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sehabis lulus seleksi yang mencakup:
a.      ujian tertulis;
b.  wawancara; dan
c. praktik mengajar.
Penjelasan ayat (1a):
Praktik mengajar sanggup dilakukan melalui simulasi sejawat (peer teaching), pengajaran mikro (micro teaching), dan pengajaran riil.
(2)          Departemen melakukan koordinasi perencanaan kebutuhan Guru secara nasional dalam rangka pengangkatan dan penempatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(2a)   Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan analisis dan proyeksi kebutuhan guru secara nasional sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun.
Penjelasan ayat (2a):
Koordinasi dilakukan melalui perencanaan terpadu sehingga kebutuhan terkait pengadaan dan pemindahan guru tidak terlepas dari kebijakan dan keutuhan porgram pengelolaan guru secara nasional.
(2b)   Menteri sanggup melakukan pengangkatan dan penempatan Guru hasil aktivitas khusus dalam rangka pemenuhan kebutuhan guru secara nasional.
Penjelasan ayat (2b):
Program khusus antara lain aktivitas pengadaan guru ilmu-ilmu dasar, aktivitas sarjana mengajar di daerah terpencil, terluar dan terdepan, aktivitas pendidikan guru untuk ditugaskan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan aktivitas pendidikan guru teknologi.
(3)     Perencanaan kebutuhan Guru secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a.       pemerataan Guru antar satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah atau masyarakat, antarkabupaten atau antarkota, dan antarprovinsi; serta
b.      pemerataan mata pelajaran/rumpun mata pelajaran.
(4)      Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pengangkatan, dan penempatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (1a), ayat (2), ayat (2a), ayat (2b), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.

16.         Ketentuan Pasal 62 diubah, ketentuan ayat (1) diubah,diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1(satu) ayat yakni (1a), dan ditambah 1(satu) ayat yakni ayat (5) sehingga Pasal 62 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 62
(1)      Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah   Daerah sanggup dilakukan  antarprovinsi, antarkabupaten atau antarkota, antarkecamatan, antarsatuan   pendidikan, antar- jenjang pendidikan, antarjenis pendidikan, dan antarmatapelajaran/rumpun mata pelajaran  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1a) Pemindahan guru antarjenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, antarjenis pendidikan, dan antarmatapelajaran/rumpun mata pelajaran dengan memperhatikan kesesuaian sertifikat pendidik atau latar belakang pendidikan aktivitas S-1/D-IV yang dimiliki oleh guru.
(2)      Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kebutuhan Guru di tingkat nasional maupun di tingkat daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)      Pemindahan Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat baik atas permintaan sendiri maupun kepentingan penyelenggara pendidikan, dilakukan berdasarkan Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
(4)      Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sehabis Guru yang bersangkutan bertugas pada satuan pendidikan paling singkat selama 4 (empat) tahun, kecuali Guru yang bertugas di Daerah Khusus.
(5)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.

17.         Ketentuan Pasal 65 diubah, ketentuan huruf b dan huruf c dihapus sehingga Pasal 65berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun semenjak berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 perihal Guru dan Dosen:
a.    Guru Dalam Jabatan yang belum mempunyai Sertifikat Pendidik memperoleh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan;
b.    dihapus.
c.    dihapus.
d.    Guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) pada satuan pendidikan yang belum memenuhi ketentuan rasio peserta didik terhadap Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 tetap mendapatkan tunjangan profesi.


18.         Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
Dalam  jangka  waktu  3  (tiga)  tahun  sejak  berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Guru Dalam Jabatan yang belum memenuhi Kualifikasi  Akademik  S-1  atau  D-IV, sanggup mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik apabila sudah:
a.         mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 (dua puluh) tahun sebagai Guru; atau
b.         mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.
Pasal II
Peraturan Pemerintah  ini  mulai  berlaku  pada  tanggal diundangkan

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal ..............


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR               TAHUN
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008
TENTANG GURU

I.          UMUM

II.        PASAL . . .

II.        PASAL DEMI PASAL
Pasal I
            Angka 1
                        Pasal 1
                                    Cukup jelas.
            Angka 2
                        Pasal 4
                                    Cukup jelas.
            Angka 3
                        Pasal 9
                                    Cukup jelas.
            Angka 4
Pasal 10
Cukup terperinci
Angka 5
Pasal 11
Cukup terperinci
Angka 6
Pasal 12
                                    Ayat 1
                                                Cukup jelas
                                    Ayat (1a)
                                                Cukup terperinci
Ayat (1b)
Huruf a
            Cukup jelas
Huruf b
            Cukup jelas
Huruf c
            Cukup jelas
Huruf d
            Cukup jelas
Huruf e
            Cukup jelas
Huruf f
            Cukup jelas
Huruf g
            Cukup jelas
Huruf h
            Cukup jelas 
Huruf i
Pengalaman organisasi termasuk keterlibatan dalam bidang keilmuan
Huruf j
            Cukup jelas 
Ayat (1c)
                                                Cukup jelas
Ayat (1d)
Pendidikan profesi termasuk aktivitas pendidikan guru yang diselenggarakan di luar negeri yang dinilai setara oleh Pemerintah Republik Indonesia
Ayat (1e)
                                                Cukup jelas
                                    Ayat (2)     
                                                Cukup jelas
                                    Ayat (5)     
                                                Cukup jelas
                                    Ayat (5a)   
Huruf a
Mata pelajaran serumpun ibarat IPA dan matematika, IPS dan pendidikan kewarganegaraan.
Huruf b
Mata pelajaran yang diampu oleh guru disebut tidak linier apabila mata pelajaran tersebut tidak termasuk dalam rumpun bidang keilmuan yang dikuasai sesuai dengan kualifikasi akademik yang dimiliki.
                                    Ayat (5b)   
                                                Cukup jelas
                                    Ayat (5c)   
                                                Cukup jelas
                                    Ayat (5d)   
                                                Cukup jelas
                                    Ayat (6)     
                                                Cukup jelas
            Angka 7
Pasal 15
                                    Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 40
                                    Cukup jelas.
            Angka 9
                        Pasal 47A
                                    Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kebijakan khusus antara lain penyediaan dana tambahan, santunan suplemen fasilitas, santunan afirmasi dan/atau sanksi.
            Angka 10
                        Pasal 48
                                    Cukup jelas.
            Angka 11
                        Pasal 54
                                    Cukup jelas.
            Angka 12
Pasal 54A
                                    Cukup jelas.
                        Angka 13.
Pasal 58
                                                Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Praktik mengajar sanggup dilakukan melalui simulasi sejawat (peer teaching), pengajaran mikro (micro teaching), dan pengajaran riil.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Koordinasi dilakukan melalui perencanaan terpadu sehingga kebutuhan terkait pengadaan dan pemindahan guru tidak terlepas dari kebijakan dan keutuhan porgram  pengelolaan guru secara nasional.
Ayat (2b)
Program khusus antara lain aktivitas pengadaan guru ilmu-ilmu dasar, aktivitas sarjana mengajar di daerah terpencil, terluar dan terdepan, aktivitas pendidikan guru untuk ditugaskan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan aktivitas pendidikan guru teknologi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12A
                                    Cukup jelas.
            Angka 14
                        Pasal 62
                                    Cukup jelas.
            Angka 15
                        Pasal 65
                                    Cukup jelas
Angka 16
                        Pasal 66
                                    Cukup jelas

Pasal II
Cukup jelas



Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/

Posting Komentar untuk "Menanti Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Wacanaguru"