Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Sumber-Sumber Pengetahuan Wacana Berguru

SUMBER PENGETAHUAN TENTANG BELAJAR
Menurut Margaret E Bell Gredler  (1994: 1) bahwa berguru yaitu proses orang memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan, dan sikap. Belajar mulai dalam masa bayi ketika memperoleh ketrampilan yang sederhana, ibarat memegang botol susu dan mengenal ibunya, dan seterusnya sampai ia dijemput maut. Kemampuan insan untuk berguru merupakan ciri penting yang membedakan jenisnya dengan jenis-jenis makhluk yang lain.

==========================================




==========================================

Lalu apa sumber-sumber pengetahuan tentang belajar Margaret E. Bell Gredler (1991: 3) mengemukakan sedikitnya terdapat tiga sumber pengetahuan tentang belajar, yakni (a) pengalaman empiris, (b) filsafat, (c) penelitian.

    1.   Pengalaman Empiris
Pengalaman empiris yaitu peribahasa atau maksim yang sering berasal dari pengalaman yang luas, contohnya, mengajar merupakan suatu kiat dan dilakukan secara professional. Hal ini merupakan kiprah utama bagi seorang guru. Guru memiliki peluang besar untuk berguru dari Pengalaman mengajarnya di lapangan daripada berguru dari berbagai penelitian atau pendekatan psikologi.

     2.   Filsafat
Klasifikasi filsafat menjadi suatu sumber perihal berguru berawal dari sifat materi yang lebih banyak di dasarkan Pada pemikiran yang radikal. Pemikiran filsafat tersebut tentu bisa berimplikasi pada pemikiran yang pengembangan teori belajar. Apalagi sampaumur ini sedang berkembang berbagai jenis ilmu. Dimayati (1994 : 32) menyebutkan bahwa terdapat enam jenis materi ilmu yang dikembangkan, meliputi : (1)  ide abstrak, (2) benda fisik, (3) jasad hidup, (4) tanda-tanda rohani, (5)peristiwa social dan proses tanda. Ke enam jenis materi ilmu ini berkembang berbagai cabang ilmu, ranting ilmu, dan bahkan ribuan tangkai ilmu.

Filsafat merupakan system keyakinan yang tersusun menurut pertimbangan kecerdikan dan mantic. Filsafat memperlihatkan penjelasan perihal membuatkan pengetahuan perihal peranan orang dalam masyarakat, proses kerja pikiran, dan hakikat pengetahuan.

Peranan filsafat dalam pengembangan pembelajaran makin terasa sampaumur ini. Hal ini terlihat dengan munculnya teknologi pembelajaran yang merupakan penerapan ilmu – ilmu perilaku dengan ilmu – ilmu fisik serta disiplin ilmu lainnya dalam membuatkan berbagai sumber berguru guna mendapatkan pemecahan duduk perkara belajar.

     3.   Penelitian Empiris
Penelitian empiris yaitu suatu penyelidikan secara sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis mengenai proposisi – proposisi hipotesis perihal kekerabatan yang diperkirakan ada antara gejala-gejala ilmiah (Ardhana, 1987 : 3) berbeda dengan kearifan tradisi dan filsafat. Penelitian empiris memiliki tiga ciri pokok yaitu : penelitian yang bersifat sistematis dan terkontrol, mendasarkan cara kerjanya pada metodr induktif dan deduktif.

Penelitian yang bersifat empiris, artinya dalam mengkaji kesahihan, penelitian berpaling pada pengalaman. Penelitian yang mengoreksi diri sendiri, artinya metode ilmiah bukan saja lebih membangun prosedur untuk melindungi peneliti dari kemungkinan membuat kesalahan, sejauh yang sanggup dilakukan manusia, akan tetapi prosedur dan hasil-hasilnya selalu terbuka untuk diperiksa oleh orang lain.

Penelitian Empiris yaitu suatu penyelidikan secara sistematis, terkontrol empiris dan kritis mengenai proposisi – proposisi hipotesis perihal kekerabatan yang diperkirakan ada antara tanda-tanda – tanda-tanda ilmiah.

Selain ketiga sumber pengatahuan tersebut, teori juga sanggup dikelompokkan sebagai sumber pengetahuan. Dalam pengertian umum teori merupakan seperangkat asas yang tersusun perihal kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata.  Satu ciri teori yang penting yaitu bahwa teori itu “membebaskan penemuan penelitian secara individual dari kenyataan kesementaraan waktu dan daerah untuk digantikan dengan suatu dunia yang lebih luas.

Secara khusus, teori memperlihatkan dua kelebihan daripada sumber-sumber pengetahuan yang lain. Yang pertama yaitu bahwa asas itu, tidak ibarat halnya maksim, sanggup diuji. Eksperimen sanggup dilakukan untuk menentukan apakah asas itu cocok pada kenyataannya. Suatu teladan asas yaitu “latihan yang disertai balikan korektif pada performansi memperlancar berguru menguasai keterampilan motorik”. Satu cara menguji asas ini yaitu dengan membandingkan performansi siswa-siswa yang diajar dengan cara lain.

Keuntungan teori yang kedua yaitu bahwa tidak ibarat hasil pengamatan yang terlepas-lepas, teori mengandung generalisasi perihal gejala-gejala dan dengan demikian sanggup diterapkan pada beberapa keadaan. Pernyataan di atas perihal kekerabatan antara berguru keterampilan motorik dan latihan dengan balikan merupakan generalisasi yang berlaku bagi keterampilan-keterampilan yang sederhana, ibarat berdiri menyeimbangkan badan pada palang kayu, dan bagi keterampilan-keterampilan yang rumit, ibarat bermain tenis atau main anggar.

Menurut Patrick Suppes (1974) yang dikutip Margaret E. Bell Gredler (1991:6), ada empat fungsi umum teori. Fungsi itu juga berlaku bagi teori belajar. Dua fungsi yang telah disebut yaitu bahwa teori (1) berguna sebagai kerangka kerja untuk melakukan penelitian, dan (2) memperlihatkan suatu kerangka kerja bagi pengorganisasian butir-butir informasi tertentu. Teori juga sering (3) mengungkapkan kekompleksan peristiwa-peristiwa yang kelihatannya sederhana, dan (4) mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalaman sebelumnya.

1. Kerangka Kerja untuk Penelitian
Pentingnya teori sebagai kerangka kerja untuk penelitian yaitu untuk mencegah praktik-praktik pengumpulan data yang tidak memperlihatkan pemberian bagi pemahaman peristiwa. Empirisme yang polos, menurut Suppes (1974) merupakan suatu bentuk coretan mental dan ketelanjangan badan jauh lebih menarik daripada ketelenjangan fikiran (Margaret E. Bell Gredler 1991:6).

2. Organisasi Pengetahuan
Fungsi kedua teori yaitu bahwa teori memperlihatkan suatu kerangka kerja bagi pengorganisasian butir-butir tertentu informasi. Tentu saja, semua teori berguru waktu ini memenuhi fungsi ini. Satu teladan yaitu perangkat kondisi berguru yang dikembangkan oleh Robert Gagne (1970). Penelitian sebelumnya mengenai unsur-unsur berguru telah menunjukkkan bahwa beberapa kiprah dipelajari bila orang telah membentuk asosiasi antara rangsangan (stimulus) yang disajikan dan tangapan (respons) tertentu. Tetapi, studi-studi yang lain memperlihatkan bahwa berguru terjadi bila si berguru pertama-tama mengenal situasi rangsangan dan kemudian menerapkan siasat tertentu yang cocok untuk situasi tersebut. Pandangan teoritik yang dirumuskan Gagne memperlihatkan sintesa dari penemuan-penemuan yang bertentangan ini. Ia mengajukan pandangan bahwa ada lebih dari satu macam belajar. Belajar mengenai huruf-huruf karakter merupakan satu macam berguru yang memerlukan pembentukan asosiasi antara setiap karakter dan respons mental atau respons verbal siswa. Sebaliknya, berguru memecahkan soal persamaan aljabar yaitu jenis berguru yang lain. Belajar memecahkan soal menuntut siswa untuk mengenal situasi yang disajikan dan menerapkan beberapa pengerjaan soal secara benar dan dengan urutan yang benar pula. Jenis berguru yang terdahulu disebut informasi verbal, sedangkan berguru yang kemudian dinamakan keterampilan intelek (Gagne dalam Margaret E. Bell Gredler 1991:7).
3. Identifikasi Kejadian yang Kompleks
Fungsi umum yang ketiga yaitu bahwa teori sering mengungkapkan seluk beluk dan kerumitan peristiwa-peristiwa yang tampaknya sederhana. Suatu teladan yang khusus yaitu hakikat dan jenis-jenis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berguru dari model (Bandura, 1971). Untuk sebagian besar kejadian, dahulu penjelasan yang diberikan terbatas pada segi menirunya saja. Artinya, pelajar menirukan model dan diganjar lantaran yaitu tingkah lakunya itu. Namun, teori berguru sosial dan Bandura (1) mengenali situasi waktu pengamat mempertunjukkan tingkah laku hasil model berhari-hari dan berminggu-minggu kemudian, dan (2) mengenali kondisi berguru untuk tanda-tanda ini. Kejadian yang relatif sederhana, yaitu imitasi, ternyata kompleks ihwalnya dan memiliki implikasi bagi berguru dan pembelajaran.

Secara lebih umum, pemeriksaan terhadap teori-teori yang ada pada waktu itu memperlihatkan adanya beragam faktor yang berpengaruh pada apa yang dulu dikira sebagai proses yang agak sederhana (yaitu, belajar). Di dalam kelas, taraf perkembangan siswa, sifat hakikat kiprah yang dipelajari, model yang diamati siswa; sifat hakikat kiprah yang dipelajari; model yang diamati siswa; kemampuan siswa untuk menerima, mengekode, dan menyimpan apa yang dipelajari di dalam ingatan; dan persepsi siswa akan apa yang dikerjakan dari sudut keberhasilan dan kegagalan, semuanya merupakan imbas yang penting.

4. Reorganisasi Pengalaman yang Terdahulu
Fungsi teori yang keempat dan yang ada kaitannya yaitu bahwa teori mengorganisasikan pengalaman sebelumnya (Suppes, 1974). Suatu teladan dalam fisika yang mengorganisasikan keyakinan intuitif yaitu hukum kelembanan (inersia): suatu benda akan terus dalam arah geraknya sampai ada kekuatan luar yang bekerja pada benda itu. Tetapi, keyakinan yang sudah diterima secara umum yang berasal dari Aristoteles justru sebaliknya. Analisanya menjelaskan suatu benda dalam keadaan gerak hanya kalau benda itu dikenai oleh suatu kekuatan. Demikianlah, ditemukannya hukum kelembaman menghendaki perlu disusunnya kembali keyakinan budi sehat (Suppes dalam Margaret E. Bell Gredler 1991:8)

Fungsi menyusun kembali kepercayaan-kepercayaan lama khususnya penting berkenaan dengan berguru di kelas. Belajar ibarat itu terjadi di dalam suatu konteks sosial. Kadang-kadang variabel-variabel yang semula kecil saja pengaruhnya dalam dasawarsa erat yang lewat sanggup menjadi faktor yang penting dalam pengelolaan belajar. Misalnya, dalam awal-awal kurun kedua puluh banyak siswa tidak meneruskan pendidikannya lebih tinggi dari sekolah dasar. Pengaruh persepsi siswa akan keberhasilan dan kegagalan akademiknya yang menjadi perhatian besar bagi sistem pendidikan. Pada waktu itu banyak dari populasi siswa yang berbakat tersaring sendiri keluar dari sistem masuk ke dunia kerja. Tetapi, pada waktu ini para siswa diperlukan mengambil mata ajaran- mata aliran akademik dalam latar struktur pendidikan yang formal selama 10 sampai 12 tahun masa formatif mereka. Kepercayaan siswa-siswa mengenai keberhasilan dan kegagalannya berpengaruh pada belajarnya. Isu ini dikemukakan oleh teori motivasi Benard Weiner, yang disebut teori atribusi.

Referensi

Ardhana, Wayan. 1987.  Bacaan Pilihan Dalam Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.

Dimayati. dkk. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Gagne, R. M. (1970) The learning of concepts IN Clarizio, H. F., Craig, R. C. & Mehrens W. A. (Eds.) Contemporary Issues in Educational Psychology 230-237 Boston: Allyn & Bacon


Margaret E.Bell Gredler. 1991. Belajar dan Membelajarkan, Jakarta: Rajawali 





= Baca Juga =




Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/

Posting Komentar untuk "Sumber-Sumber Pengetahuan Wacana Berguru"