Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Mendikbud: Lhs Atau Delapan Jam Di Sekolah Tidak Berarti Guru Mengajarterus Menerus Seharian

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, meminta terutama guru menerapkan kebijakan gres tentang guru dengan sebaik mungkin, dan menghindari polemik yang berkembang tentang sekolah seharian penuh alias full day school.


"Jangan salah tafsir delapan jam anak ditahan disekolah. Saya tegaskan bahwa kementerian tidak ada jadwal ini, tolong guru jangan ikut-ikutan. Memang ada istilah itu, tapi yang kita laksanakan yaitu jadwal penguatan karakter," tegas dia, di Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru, Senin.

Dia menjadi pemina upacara perdana setelah libur Lebaran itu untuk menyosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 19/2019 tentang Guru yang mulai diberlakukan secara nasional. Inti kebijakan itu yaitu beban kerja guru diukur dari tatap muka di kelas yaitu delapan jam per hari atau 40 jam seminggu yaitu lima hari.

"Maka per hari delapan jam mirip PNS alasannya ialah berdasarkan PP yang lama banyak guru tak mampu penuhi 24 jam tatap muka. Akibatnya banyak guru terpaksa mengajar di luar biar mampu perlindungan profesi," katanya. Pendekatannya yaitu penghasilan guru. 

Ia berargumen, kebijakan gres itu akan mengatakan keadilan bagi guru hingga ke pelosok daerah, yang sebelumnya harus menempuh waktu lebih dari 10 kilometer untuk mencari komplemen waktu mengajar. 

Selain itu, guru juga akan lebih fokus pada lima peran pokoknya, yaitu untuk mengajar, perencanaan secara kolektif dan pribadi, evaluasi dan lainnya.

"Jadi bukan berarti guru mengajar terus-menerus, bukan berarti siswa delapan jam berguru terus. Jangankan guru dan murid, setanpun tidak akan mampu lakukan itu," kata dia. 

Menurut dia, Program Penguatan Karakter untuk mengubah pola fikir para pendidik, perubahan tata sekolah biar lebih sehat, dan penguatan aksara anak didik jadi lebih baik. 

Guru tidak hanya melakukan transfer pendidikan, melainkan juga membentuk aksara anak khususnya di tingkat SD dan SMP saat pondasi dibangun untuk pembangunan aksara generasi muda.

Dengan kebijakan gres itu, ia meminta sekolah dan guru untuk mengidentifikasi potensi di luar sekolah sebagai sumber belajar. 

Dengan arti lain, berguru formal disekolah tidak harus selalu di kelas. Sekolah harus menerapkan manajemen kurikulum berbasis luas untuk optimalkan kearifan lokal dan kecerdasarn lokal, sehingga tidak ada ada lagi sekolah yang seragam ditiap tempat di Nusantara.
"Seperti di Riau, sekolah harus tampil dengan jati diri dan kearifian lokalnya. Perspektif ini harus jadi pola pikir semua guru sehingga masing-masing kabupaten dan kota tunjukan ciri dan kehebatan masing-masing. Tidak ada lagi sekolah seragam," katanya.

Dia juga berpesan biar setiap guru harus mencari potensi terbaik dari setiap anak didiknya. Seorang anak yang tidak mahir matematika bukan berarti masa depannya tertutup, alasannya ialah mampu jadi mereka akan piawai di bidang lainnya.


"Indonesia ini kacau alasannya ialah kesalahan pendidikannya. Untuk cari 11 pesepakbola saja susah, dan ini kesalahan dari pendidikan. Karena itu, saya tantang Gubernur Riau cari pemain bola yang bagus, jikalau ada maka saya akan bantu untuk bikin kesebelasan," kata dia. (antara)

====================================================




= Baca Juga =




Sumber https://www.duniaedukasi.my.id/

Posting Komentar untuk "Mendikbud: Lhs Atau Delapan Jam Di Sekolah Tidak Berarti Guru Mengajarterus Menerus Seharian"